Pembelajaran
Bahasa Jawa di SD melalui pendidikan formal di Sekolah Dasar (SD) merupakan sarana
pelestarian BJ. Keberhasilan pembelajaran ini akan menentukan eksistensi BJ di
masa depan. Sampai saat ini hasil pembelajaran itu kurang memuaskan.
Tujuan
pembelajaran BJ dalam Garis-garis Besar Program Peng-ajaran (GBPP) kelas 1 s.d.
6 SD cenderung pada pemenuhan keterampilan berbahasa yang ideal: mendengarkan,
membaca, berbicara, dan menulis. Tujuan pembelajaran BJ, apakah tidak sebaiknya
berdasarkan fungsi BJ, dan kebutuhan siswa?
Sebagai
bahasa daerah, BJ berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang
identitas daerah, dan (3) alat perhubungan dalam keluarga dan masyarakat
daerah. Fungsi BJ yang hakiki adalah fungsi ketiga, sehingga BJ dominan
digunakan dalam wujud bahasa lisan. Dari kenyataan ini, tujuan pembelajaran BJ
di SD diusulkan mengutamakan keterampilan berbicara.
Dengan
pengutamaan itu paling tidak ada dua keuntungan. Pertama, terbukanya peluang
bagi dialek-dialek bahasa Jawa. Dialek Banyumas, misalnya, sebagai salah satu
aset budaya Jawa mendapat peluang untuk dibina melalui pendidikan formal. Bagi
siswa SD di wilayah eks Karesidenan Banyumas, BJ dialek Banyumasan itulah yang
dibutuhkan untuk komunikasi sehari-hari. Kedua, kemudahan akan diperoleh bagi
siswa yang tidak berbahasa ibu BJ. Bagi mereka, BJ merupakan bahasa asing,
sehingga terlalu berat jika target akhirnya meliputi empat keterampilan
berbahasa. Kiranya realistis jika tujuan pembelajaran BJ di SD adalah siswa
mampu berbicara dengan BJ yang baik.
Kosa
Kata
Kosa
kata sebagai penunjang materi berbicara hendaknya tidak terlalu bercorak
agraris dan tradisional. Perlu disadari bahwa para siswa SD telah hidup di alam
modern. Melalui media televisi, ilmu pengetahuan dan teknologi sudah merambah
sampai ke pelosok desa.
Kosa
kata yang mendukung mata pelajaran lain sebaiknya diberi tempat dalam
pembelajaran BJ. Hal ini agar para siswa ketika berbicra tentang matematika
atau IPA tidak beralih bahasa ke bahasa Indonesia. Untuk itu sejumlah kata
bahasa Indonesia berasal dari atau mirip dengan BJ yang lazim digunakan dalam
matematika, IPA: (persegi) panjang, sumbu, balok, limas, lentur, pecahan, jagat
raya, (bahan) bakar, cahaya, badan, pancaindra, dsb., dan kata dari bahasa
asing: volum, desimal, persen, roket, lokomotif, magnet, blender, mikser,
rekreasi, generator, sebaiknya digunakan dalam latihan berbicara.
Penggunaan
kata-kata itu dalam percakapan BJ untuk menanamkan rasa bangga pada diri siswa
bahwa BJ pun dapat digunakan untuk meng-ungkapkan hal-hal yang berkenaan dengan
iptek. Mereka juga perlu disadarkan bahwa untuk melestarikan BJ diperlukan
sikap akomodatif terhadap kosa kata baru.
Bentuk
Krama
Dengan
pengutamaan keterampilan berbicara, apakah tujuannya agar siswa mampu berbicara
dalam BJ bentuk ngoko saja ataukah dengan bentuk krama? Adanya bentuk krama
dalam BJ bisa menjadi sebab keengganan seseorang menggunakannya, lalu beralih ke
bahasa Indonesia atau bahasa lain yang dipandang lebih demokratis dan tidak
feodalistis. Pandangan yang demikian tentu merupakan hak yang bersangkutan.
Namun
perlu direnungkan, dalam bahasa Jepang juga dikenal adanya tingkat tutur.
Sebagai contoh, tabemasu (makan), mimasu (melihat), ikimasu (pergi), bentuk
kramanya berturut-turut adalah meshiagarimasu (dhahar), goran ni narimasu
(mirsani), irrashaimasu (tindak); dan bentuk krama untuk dirinya sendiri
itadakimasu (nedha), haiken shimasu (ningali), dan mairi masu (kesah). Jadi,
tingkat tutur bahasa Jepang rumit juga, belum lagi tulisannya. Namun hingga
kini bangsa Jepang masih mempertahankannya meskipun telah menjadi bangsa yang
modern. Dan bahasa Jepang kini justru dipelajari berbagai bangsa, termasuk
orang Jawa. Bukanlah karena meniru orang asing, jika bentuk krama itu
dilestarikan melalui pembelajaran BJ, melainkan karena merupakan salah satu
warisan budaya Jawa.
Mempertahankan
bentuk krama tidak hanya penting untuk BJ, tetapi juga bahasa Indonesia. Kata
seperti, rumput, pisang, panjang, siang, sakit berpadanan dari segi bentuk dan
makna dengan kata BJ krama yang bentuk ngokonya adalah suket, gedhang, dawa,
awan, dan lara. Berdasarkan usia BJ yang lebih tua dapat diasumsikan bahwa
kata-kata itu diserap dari BJ. Jadi, BJ termasuk bentuk kramanya merupakan
salah satu sumber pemperkayaan kosa kata bahasa nasional.
Bentuk
krama digunakan untuk menghormati, ëngajenií mitra bicara. Secara verbal rasa
hormat itu diekspresikan dengan bahasa yang halus, bentuk krama. Bagi orang
Jawa, hal itu merupakan tradisi. Rasanya tidak mungkin pembelajaran BJ disertai
peniadaan bentuk krama. Pembelajaran BJ tidak dimaksudkan untuk mengeliminasi
salah satu unsur budaya Jawa.
Kehalusan
budi bahasa merupakan nilai yang dijunjung tinggi orang Jawa, ëWong Jawa nggone
rasaë. Orang Jawa tempat pertimbunan kekayaan yang berupa perasaan halus.
Kata-kata pada tingkat tutur krama bukan sekadar paduan bentuk dan makna,
tetapi juga terkandung ërasaí, yaitu rasa hormat pada mitra bicara. Bentuk
krama dapat digunakan sebagai alat memperhalus budi pekerti siswa. Inilah
pentingnya bentuk krama dalam pembelajaran BJ bagi siswa SD.
Kiranya
sudah memadai jika pembelajaran BJ di SD dapat menghasilkan siswa yang mampu
berbicara dalam BJ ngoko dan krama dengan baik. Keberhasilan pembelajaran BJ di
SD akan memberikan garansi akan keberadaan BJ paling tidak satu abad yang akan
datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar